Dua Huruf
Hai,
apa kabarmu sekarang? Setelah hampir 8
tahun kita tidak pernah bertemu. Sejak masa putih biru itu berakhir. Sejak aku
memutuskan untuk melanjutkan studi di tempat yang berlawanan arah dari
kebanyakan lulusan di SMP kita.
Ah,
aneh sekali aku ini.
Kenapa
aku harus repot bertanya lagi? Toh sejujurnya aku sudah tahu kabar terbaru
tentangmu. Meski kabar itu cukup membuat aku terkejut dan mendadak jadi mellow untuk
beberapa hari, tapi tak apa. Karena pastinya kau bahagia dengan dia yang kau
pilih untuk memakai cincin limited edition darimu itu.
Kalau
saja kau menemukan tulisan ini dan tahu bahwa kata-kata yang sedang kau baca
adalah tentangmu, kujamin kau hanya akan terkekeh pelan atau bahkan kau hanya
menyunggingkan senyum sinismu itu.
Tapi
untuk kali ini, aku ingin kau tahu sesuatu. Aku tak peduli jika kau bilang aku
pecundang. Kau juga boleh menganggapku orang yang tak punya keberanian. Atau mungkin
orang yang tak konsisten dengan pilihan. Saat kalimat pengakuan hanya bisa
kuucapkan terbata, izinkan tulisan ini jadi perantaranya.
Apa
kau masih ingat saat pertama kita berkenalan?
Tapi
setelah kuingat, kita tidak pernah berkenalan secara formal. Aku mengetahui
nama panggilanmu yang terdiri dari dua huruf itu dari teman-teman sekelasku. Karena
kelas kita memang berdekatan. Hm.. sepertinya kau cukup tenar di kelas. Dan ketenaranmu
di kelas membuatku bertanya-tanya seperti apa sosok dibalik 2 huruf itu.
Lalu
diam-diam aku memperhatikanmu dari balik jendela kelas. Sosokmu yang tinggi,
putih selalu ada di bangku belakang kelasku ketika jam masuk dan istirahat. Aku
kagum. Awalnya hanya itu. Sebab kutahu, aku hanyalah sosok wanita biasa yang
kurasa aku bukan tipe wanita idamanmu. Sesekali aku suka mengamatimu yang
sedang sibuk dengan teman-temanmu. Dan kau yang tidak pernah tahu bagaimana
kehadiranku yang hanya beberapa meter jarak denganmu.
Mengagumimu
lama-lama membuat teman-temanku mulai curiga. mataku terbiasa menunggu apakah
sosok laki-laki yang kutunggu ada di bangku belakang kelas itu. “Suka sama dia?”
pertanyaan spontan dari temanku.
Memberanikan
diri meminta biodatamu bukan hal yang
mudah. Lewat selembar kertas yang kuminta dari temanku, aku jadi tahu bahwa
namamu terdiri dar 3 kata, kau lahir pada tanggal dan bulan terjadinya tsunami
di Aceh. Gayung bersambut. Teman sekelasmu memanggilku dari balik jendela
membawakan titipan kertas darimu. Tidak kuduga, responmu positif. Kemudian kita
saling bertukar nomor handphone, dan di malam itu hpku berdering. Sms pertama
darimu masuk, yang isi pesannya masih kuingat jelas sampai sekarang. Setelah 9
tahun kejadian itu berlalu.
Dan
hari yang ditunggu-tunggu itu akhirnyaa tiba, “Will you be my girl?”
Saat
itu seketika aku berharap kelak suatu saat nanti kau akan mengganti pertanyaanmu
menjadi “Will you be my wife?” Tapi seketika pertanyaan itu lenyap karena
kesalahanku. Aku tak pernah sadar bahwa sebaik-baik cinta adalah rasa yang
tetap membumi da sederhana. Sebelum jatuh hati padamu, kupikir cinta selalu
dipenuhi cokelat- warna pink dan bunga. Nyatanya kau membuat beda. Tentang lollipop alpenlibe manis itu masih
kuingat jelas sampai detik ini. Dan sepertinya aku merindukan moment itu.
“sesuatu
akan terasa berharga ketika ia sudah pergi”. Aku memahami betul makna kalimat
itu setelah setahun berlalu. Kau mengembara bersama dua wanita yang
menggantikanku. Apakau tau, rasanya saat itu aku ingin menarikmu dan meminta
pada tuhan “Tolong kembalikan si manis lollipop alpenlibeku”. tapi tidak
mungkin aku lakukan. Mungkin kau sudah terlalu nyaman dengan mereka bahkan kau
membenciku atas keputusanku yang konyol itu. Maafkan atas ketidakdewasaanku di
umur 14 tahun lalu.
Sembilan
tahun sudah semuanya berlalu. Apa kau tau? Selama 9 tahun itu, aku tidak
benar-benar bisa melenyapkanmu dari ruang kecil di hatiku. Penyesalan itu masih
mengusik.
Jika
kelak kita bersatu, kau tak perlu khawatir. Kau mendapatkanku orang yang selama
ini dalam diam terus mendoakan berbagai kebaikan untukmu.
Namun
jika aku harus merelakanmu, paling tidak aku pernah mengusahakanmu dalam
pengharapan. Sebagai manusia biasa, tentu aku ingin kita bisa bersama. Sudah terbayangkan betapa
menyenangkannya hari-hari waktu kamu selalu bisa ditemukan di sisi. Tapi jika
pun rencana dan harapan itu tak terwujud keberadaanmu tak pernah kusesali. Terima
kash sudah pernah ada. Selamat
melanjutkan perjalanan, semoga kelak kita bertemu di satu persimpangan yang
memang telah Allah takdirkan.
Komentar
Posting Komentar